Fleur Aceh Mengajak Semua Pihak Perkuat Pemahaman Kesadaran Kritis Terkait Keadilan Genre
Source du clip de presse : retizen
Lien vers la source : Ici
![Un groupe de femmes portant un foulard sur la tête posent pour la photo tout en levant les paumes et en se tenant devant une banderole mentionnant un atelier sensible au genre.](https://nonviolentpeaceforce.org/wp-content/uploads/2023/06/230308153712-857.jpg)
Banda Aceh - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Flower Aceh dengan dukungan Nonviolence Peaceforce dan Kingdom of Netherland mengadakan workshop Sensitivitas Gender, Kepemimpinan Perempuan dan Perdamaian untuk Perwakilan Perempuan Penyintas Konflik, Perempuan Muda dan Pemimpin Perempuan dari 10 Kabupaten/Kota di Hotel Diana, Lhokseumawe, Kamis, 23 février 2023.
Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati, mengatakan saat ini kita sudah merasakan perdamaian. Proses damai harus terus dikuatkan terutama dengan memastikan pemenuhan hak-hak perempuan korban konflik dan meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan dan perdamian di Aceh.
Pada masa konflik perempuan punya kontribusi dan hari ini, meski menghadapi tantangan tapi di akar rumput dan di semua lini perempuan berkontribusi untuk memperkuat pembangunan dan perdamaian di Aceh », kata Riswati.
« Hanya saja kita belum seutuhnya telibat dalam forum-forum strategis atau forum pengambil kebijakan », kata Riswati.
Riswati menjelaskan beberapa hal yang menjadi catatan yaitu persoalan ketidakadilan genre dari sisi akses, partisipasi, kontrol dan manfaat, persoalan kemiskinan, budaya partiarki yang masih mempengaruhi cara pandang, dan banyak hal lainnya.
Kegiatan atelier ini, lanjutnya, bertujuan untuk memperkuat pemahaman kesadaran kritis semua pihak terkait keadilan genre, isu-isu untuk penguatan perdamaian dan pembangunan Aceh di tingkat desa.
« Kita berharap kita semakin punya pemahaman dan perspektif dan kapasitas untuk mengawal dan konsisten lebih aktif lagi untuk memperkuat pelaksanaan pembangunan Aceh dari tingkat desa hingga provinsi dan betul-betul bisa menghasilkan capaian yang berdampak langsung pada perempuan d un anak d'Aceh. Semoga dalam proses ini berjalan lancer dan dimudahkan », tutur Riswati.
Manager Development Program Nonviolent Peace force Asia-Pasific/ Coordinator Program Nonviolent Peaceforce Indonesia, Aldrin Norio, berterima kasih karena di undang ke acara workhsop tersebut. Menurutnya itu merupakan sebuah penghormatan baginya.
« Sebagai gambaran awal bahwa proposition ini saya tulis selama setahun. Hari ini sudah terwujud, sudah bisa implementasikan dilapangan dan harapannya bisa berjalan sukses sampai 2 tahun ke depan dan berlanjut ditahun selanjutnya. Dan saya berharap komunitas bisa melakukan banyak hal lagi dari sebelumnya », tutur Aldrin.
Coordinator Nonviolent Peaceforce, Manti, menjelaskan Nonviolent Peaceforce atau NP adalah sebuah organisasi yang bertujuan untum mewujudkan perdamaian hak-hak kekerasan. Saat ini, NV sudah ada dibeberapa negara termasuk salah satunya Indonésie.
Manti berharap kedepan NP bisa melakukan banyak hal di Indonesia dengan bantuan teman-teman NGO dan lain-lain. Saat ini di Aceh NP telah bekerjasama dengan 6 LSM.
« Untuk pertemuan hari ini, saya mengucapkan terima kasih karena teman-teman sudah melakukan sebelumnya jauh sebelum Flower hadir. Harapannya dengan ada project ini bisa membuat banyak hal », ucapnya.
Kabid PHA DPPPA Aceh, Amrina Habibi SH, MH, menyampaikan terima kasih kepada Aldrin yang memberi peluang dan kesempatan kepada mitranya Flower Aceh untuk menyasar lebih besar cible-cible peningkatan kapasitas perempuan terutama perempuan dalam perdamaian.
« Secara pribadi dan kelembagaan kami ingin menyampaikan kepada Aldrin, tidak salah bermitra dengan Flower Aceh karena flower dalam 20 tahun terakhir adalah organisasi masyarakat sipil yang memang membangun kemitraan yang sangat baik dengan pemerintah dan mengisi ruang-ruang yang tidak mampu dipe nuhi oleh pemerintah dalam isu pembangunan -pembangunan perempuan dan anak,” ucap Amrina.
« Mudah-mudahan ini masih terus berlanjut karena dari sisi kami pemerintah kami sangat membantu. Dan ketika akar rumput itu kuat ini yang akan menjadi embrio yang akan menular dan juga memperkuat posisi perempuan dimana jeu de mots », tambahnya.
Amrina menerangkan pihaknya memiliki keyakinan bahwa untuk melakukan pennguatan kapasitas adalah ujung tombak bagi semua untuk terus bisa berjuang bukan hanya untuk diri sendiri tapi berjuang untuk semua perempuan Aceh.
« Kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sipil ke mutlakan tidak boleh ditinggalkan tapi terus diperbaiki, diperbesar sehingga sinergis dalam satu kesatuan untuk memcapai indikator-indikator pembangunan », tutur Amrina.
Ketua PUSHAM USK, Khairani Arifin, mengatakan perempuan bukan hanya memperkuat perdamaian konflik, tapi juga perdamian-perdamaian yang bersifat lebih simple misalnya konflik di desa, perempuan harus ikut menyelesaikannya dan bisa memperkuat perdamaian di tingkat gampong.
« Kita juga meningkatkan kesadaran kritis kita ketika kita melihat situasi ada di depan kita. kita harus bersuara, tidak diam saja », tuturnya.
Untuk itu, lanjutnya, perempuan juga harus meningkatkan kemampuan parler en public. Kemampuan berbicara yang bisa membuat orang mengerti apa yang disampaikan. Kemudian, dengan berbicara orang-orang mendukung apa yang mereka dengar.
Kelompok Perempuan Korban Konflik Kota Banda Aceh, Zahara, menyampaikan pengalamannya di masa konflik. Dimana pada masa itu, dirinya merasa tertekan, ketakutan dan banyak hal-hal membuatnya tidak bisa bergerak bebas keluar.
Setelah konflik selesai, dirinya mulai bangkit. Kemudian, ikut membantu perempuan-perempuan yang korban konflik, terutama suami dan anak-anak yang kehilangan ayah. Zahara mengaku berusaha membantu mereka dan berusaha menyampaikan ke pemerintah desa untuk memperhatikan mereka.
Setiap ada musyawarah dan musrembang, lanjutnya, dirinya selalu memperjuangkan hak-hak perempuan di desa dan juga ketua pokja 3 dibagian sandang dan pangan termasuk memperjuangkan dana untuk perempuan.