Eks Kombatan Perempuan Mindanao Studi Perdamaian ke Aceh
Press Clip Source: Kompas
Link to Source: Here
Pengalaman warga Aceh mengisi dan merawat perdamaian dapat menjadi pembelajaran penting bagi mereka. Pembentukan partai politik lokal, komisi kebenaran rekonsiliasi, dana otonomi khusus, dan pemenuhan hak korban.
Aktivis Liga Organisasi Wanita Moro melakukan pertemuan dengan aktivis kemanuasian dan perempuan di Banda Aceh, Aceh, Kamis (18/5/2023). Mereka melakukan studi perdamaian untuk memperkuat perdamaian di Mindanao, Filipina.
BANDA ACEH, KOMPAS — Eks kombatan angkatan bersenjata atau sayap militer perempuan Front Pembebasan Islam Moro (MILF) yang tergabung dalam Liga Organisasi Wanita Moro melakukan studi perdamaian ke Provinsi Aceh. Pertukaran informasi dari dua provinsi yang pernah didera konflik bersenjata itu dilakukan agar dapat sama-sama memperkuat perdamaian.
Selama di Banda Aceh, Provinsi Aceh, pengurus Liga Organisasi Wanita Moro bertemu dengan para stakeholders, seperti aktivis kemanusian dan perempuan, pemerintah, serta eks kombatan perempuan Aceh.
Pada Kamis (18/5/2023) mereka bertemu dengan belasan aktivis perempuan dan pemuda. Topik pembicaraan lebih banyak tentang proses pemenuhan hak korban, akses perempuan ke parlemen, dan penguatan perdamaian untuk kalangan pemuda.
Direktur Eksekutif Liga Organisasi Wanita Moro Wilma Madato mengatakan, organisasi yang ia pimpin sekarang merupakan peleburan dari satuan tempur saat konflik. Anggotanya mencapai 27.000 orang dan semuanya adalah perempuan.
Baca juga: Politik Menghangat di Filipina
Wilma turut membawa dua anggotanya untuk berkunjung ke Aceh. Kunjungan itu difasilitasi Nonviolent Peaceforce, lembaga internasional yang fokus pada isu perdamaian dan antikekerasan.
”Sesudah perdamaian, kami membentuk CSO untuk perempuan. Kami ingin belajar dari Aceh yang telah 18 tahun perdamaian,” kata Wilma.
Saat konflik, Wilma melatih ribuan angkatan perang perempuan. Ketika perjanjian damai disepakati pada 2014 dia menginginkan eks tentara itu tetap teberdayakan.
Menurut Wilma, pengalaman warga Aceh mengisi dan merawat perdamaian dapat menjadi pembelajaran penting bagi mereka. Pembentukan partai politik lokal, komisi kebenaran rekonsiliasi, dana otonomi khusus, dan pemenuhan hak korban, menjadi topik yang mereka kaji.
Dia berharap beberapa poin penting dari perdamaian Aceh dapat diadopsi ke Mindanao. ”Kami ingin program yang baik di sini dapat kami terapkan ke Mindanao,” kata Wilma.
Penanggung jawab program Nonviolent Peaceforce Filipina, Kaye Stacey Sison, mengatakan, eks militer perempuan MILF sedang memperkuat kelembagaan pascamelebur dari militer ke lembaga sipil. Tahun 2025 Filipina akan menggelar pemilihan umum, para eks militer ingin bertarung dalam politik praktis.
Kami ingin program yang baik di sini dapat kami terapkan ke Mindanao.
”Mereka ingin belajar pengalaman dari Aceh dan perlu masukan tentang bagaimana perempuan dapat lebih berpartisipasi dalam membangun perdamaian,” kata Kaye.
Menurut Kaye, pengalaman Aceh sangat berharga karena mereka telah berhasil menjaga perdamaian. Banyak eks kombatan GAM yang duduk di posisi penting dalam pemerintahan.
Menurut Kaye, peran organisasi masyarakat sipil dalam mengawal perdamaian Aceh juga besar. Dia menginginkan praktik serupa dapat dilakukan di Filipina.
Baca juga : Kampanye Pemilihan Presiden di Filipina
Beberapa warga Marawi meninggalkan tempat pengungsian di Desa Bito Buadi Itowa, pinggiran Kota Marawi, Lanao Del Sur, Mindanao, Filipina, Kamis (6/7/2017). Mereka berpindah lokasi pengungsian untuk memperoleh suplai makanan, air bersih, dan obat-obatan karena keterbatasan bantuan yang masuk di Desa Bito Buadi Itowa. Krisis di Marawi tidak hanya membuat sebagian warga kehilangan tempat tinggal, tetapi juga penghasilan. Mereka semakin cemas karena konflik belum juga berakhir hingga hari ke-45 penetapan darurat militer.
Direktur Eksekutif Flower Aceh Riswati mengatakan, pascadamai, Aceh mengalami banyak kemajuan, seperti ruang partisipasi perempuan dalam pembangunan terbuka dan perempuan dapat menjadi anggota parlemen.
Meski demikian, menurut Riswati, masih banyak korban yang belum mendapatkan haknya, baik pemulihan trauma maupun pemberdayaan ekonomi.
”Kami mendampingi perempuan berpolitik dengan harapan semakin banyak perempuan yang terpilih di parlemen sehingga kebijakan lebih pro perempuan,” kata Riswati.
Baca juga : AS Pastikan Pasokan Bantuan Pertahanan ke Filipina Selama 5-10 Tahun